BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ajaran islam pepuler juga disebut
dengan Dienul – Islam merupakan salah saru ajaran agama samawi ( langit
), jika tidak mau dikatakan sebagai kelanjutan agama samawi sebelumnya. Selain
memiliki karekteristik yang berbeda dengan sejumlah agama yang berkembang di
dunia, yang bisa dikenal dengan istilah agama ardhi ( dunia ). Juga memiliki cakupan keberlakuan
yang universal dan meyeluruh kepada semua mahluk – mahluk tuhan, tidak hanya
sebatas kepada ciptaan tuhan yang bernama manusia, melainkna semua mahluk
ciptaan tuhan yang mendiami bumi dan langit. Karekteristik
islam demikian itu depertegas dalam Al-qur’an wama arsalnaka illa rahmatan lilamin ( tiadalah risalah islam ini diturunkan
melainkan untuk kepentingan seluruh isi alam semesta ).[1]
Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an
yang artinya ‘’ setiap manusia pasti akan merasakan mati “, untuk itu ajaran
islam juga mengatur bagaimana harta yang telah ditinggalkan oleh muwarits untuk diwariskan kepada seluruh
anggota keluarga yang telah ditinggalkan.
B. Rumusan Masalah
1.
Siapa
sajahkah yang dikategorikan sebagai ahli waris ?
2.
Bagaimanakah
kewajiban ahli waris terhadap harta peninggalan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ahli Waris Laki Laki dan Perempuan
a. Ahli waris laki laki
Pada
dasarnya pewarisan merupakan proses perpindahanya harta peninggalan dari
seseorang yang meninggal dunia peda ahli warinya. Akan tetapi proses
perpindahan tersebut tidak dapat terlaksana apabila unsur – unsurnya tidak lengkap.
Menurut hukum perdata barat terdapat tiga unsur warisan, yakni :
1. Orang yang meninggalkan harta warisan, disebut Elflater
2. Harta warisan disebut erfanis
3. Ahli waris disebut Ergenaam[2]
Ahli
waris atau disebut juga warits dalam istilah fikih ialah orang yang berhak atas
harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.
Syarat menerima warisan secara hukum dengan
terpenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Ahli waris itu telah atau masih hidup pada waktu meninggalnya
pewaris,
2. Tidak ada hal hal yang menghalanginya secara hukum untuk menerima
warisan
3. Tidak terhijab atau tertutupi secara penuh oleh ahli waris
yang lebih dekat.
Perincian ahli waris :
ü Ahli waris laki laki
Allah
SWT berfirman :
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ
مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا
yang artinya :
Bagi laki laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian ( pula ) harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya baik sedikit maupun banyak menurut bagian
yang telah ditetapka. ( an-Nisa : 7 ).
Ahli
waris laki laki ynag mendapatkan hak waris dengan sebab sebab yang telah
disepakati adalah sebagai berikut : 1) anak laki laki; 2) cucu dan cicit laki
laki dan generasi dibawahnya; 3) ayah; 4) kakek dan generasi di atasnya; 5)
saudara laki laki; 6) anak laki laki saudara laki laki salain dari ibu; 7)
saudara laki laki ayah atau paman; 8) anak laki laki paman; 9) suami; 10) orang
atau budak yang dimerdekakan. Namau demikain adapun ahli waris yang yang
mendapatkan hak waris secara terperinci, yaitu 1) anak laki laki; 2) cucu laki
laki dari keturunan laki laki betapapun rendah menurunnya; 3) ayah; 4) ayah
betepapun tinggi menanjaknnya; 5) saudara laki laki sekandung; 6) saudara
seayah;7) saudara seibu; 8) anak laki laki saudara laki laki sekandung; 9) anak
laki laki saudra laki laki seayah; 10) paman sekandung; 11) paman seayah; 12)
anak laki laki paman sekandung;13) anak laki laki paman seayah; 14) suami; 15)
orang yang memerdekankan budak.[3]
Jika di antara cucu dan si mayit
terdapat seorang perempuan, cucu tidak akan menerima warisan menurut ketenuan furudh
dan ashabah. Dia hanaya
menerima warisan karena termasuk salah satu Dzawil Arham ( hubungan darah )[4]
Dalil
yang memberikan hak waris kepada laki laki yang berjumlah lima belas di atas
adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, Hadits Nabi SAW, dan Ijma ulama. Dalil
dalil tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
Anak laki laki, sebgaiman firman Allah SWT
yang artinya : “ Allah mewasiatkan ( mensyariatkan ) bagimu tentang ( bagian
waris tentang ) anak anakmu, yaitu bagian seorang anak laki laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan,,,,,( an-Nisa : 11 )
Sedangkan
cucu, cicit dan keturunan di bawahnya, dikiaskan dengan anak laki laki, seperti
dalam firman-Nya “ Wahai anak adam,,,,”, “ wahai bani Israil,,,,” dan
lainnya.
Sedangkan
ayah disebutkan dalam Al-Qur’an ,”,,,,,dan untuk ibu- bapak, masing masing
seperenam dari harta yang ditinggalkan...” ( an-Nisa : 11 ). Adapun
kakek dia masuk dalam kata kata ayah, sehingga secara implisit telah disebutkan
dalam nash Al-Qur’an.
Adapun
dalil untuk saudara kandung dan saudara seayah dalah firman Allah SWT ,.Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak,,,,,,” ( an-Nisa ; 176 ).
Adapun yang dimaksud daudara laki laki pada ayat ini adalah saudara sekandung
dan saudara seayah.
Adapun
dalil saudara seibu adalah firman allah SWT yang artinya., “,,,,Jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta,,,” ( an-Nisa ; 12 ).
Adapun
dalil yang menerangkan hak waris bagi anak laki laki saudara sekandung, anak
laki laki saudara seayah, paman sekandung, paman seayah, anak laki laki paman
kandung, dan anak laki laki paman seayah, yakni hadits Nabi SAW “ Berikanlah
harta warisan itu kapada orang orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki laki yang lebih utama.”
Terkadang salah satu dari mereka ialah ahli waris yang lebih dekat ushbah-nya
kepada si mayit sehingga ia mendapatkan sisa harta peninggalan.
Adapun
hak waris untuk suami, adalah firman allah SWT., “ Bagimu ( suami – suami ) seperdua harta yang
ditinggalkan oleh istri istrimu,,,,” ( an-Nisa ; 12 ).[5]
b. Ahli waris perempuan
Adapun
ahli wari perempuan yang telah disepakati dapat mewarisi adalah 1) anak perempuan; 2) cucu dan cicit
perempuan serta generasi dibawahnya; 3) ibu;
4) nenek; 5) saudara perempuan; 6) istri; 7) perempuan yang membebaskan
budak. Sedangkan yang terperinci , mereka adalah ; 1) anak perempuan; 2) cucu
dan cicit perempuan dari anak laki laki generasi dibawahnya; 3) ibu; 4) nenek
seibu; 5) nenek seayah; 6) saudara permpuan sekandung; 7) saudara perempuan
saayah; 8) saudara perempuan seibu; 9) istri; dan 10) perempuan yang
membebasakn budak.
Dali
dali yang menguatkan mereka ( ahli waris permpuan ) medapatkan hak harta
peninggalan ialah Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, dan ijma ulama,. Dalil dalil
tersebut adalah sebgai berikut.
Anak perempuan sebagaimana firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an, yang artinya : Allah
mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta. ( an-Nisa : 11 ).
Sedangkan
dalil hak waris untuk cucu dan cicit perempuan serta generasi di bawahnya, di
kiaskan dengan anak perempuan, karena cucu dari seorang anak – ketika dia tidak
ada – seperti anak itu sendiri. Karenanya semua laki laki dianggap seperti
seorang laki laki, dan perempuan dianggap seperti seorang perempuan.
Adapun
dalil hak waris untuk ibu, yakni firma Allah SWT yang artinya,,,” jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
( an-Nisa : 11 ).
Dalil
hak waris nenek dari jalur manapun yakni hadits SAW yang diriwayatkan oleh
Qabishah Dzu’aib sebagai berikut :
Seorang
nenek datang kepada Abu Bakar r.a menanyakan hak warisya, lalu Abu Bakar r.a
menjawab kamu tidak mempunyai hak sedikut pun menurut ketentuan kitab Allah dan
aku tidak tahu sedikit pun beberapa hakmu di dalam Sunnah Nabi SAW. Oleh karena
itu, kembalilah sampai aku akan menyakankan pada seseorang. ‘ Kemudian Abu
Bakar r.a menanyakan hal ini kepada Mughirah, lalu Mughirah bin Syu’bah
menjawab, ‘ aku perenah mengetahu bahwa Rasulullah SAW memberikan warisan
kepada nenek seperenam, ‘ kemudaoan Abu Bakar r.a bertanya kapadanya apakah ada
orang lain bersamamu pada waktu itu ? Kemudian Muhammad bin Maslamah berdiri
seraya berucap seperti yang telah dikatakan oleh Mughirah bin Syu’bah.
Setelah
mendengar itu Abu Bakar r.a memutuskan seperenam menjadi hak si nenek. Lalu
datang nenek yang lain kepada Umar r.a menanyakan periahal hak warisnya, lalu
Umar berkata kepadanya, ‘ kamu tidak mempunyai hak sedikit pun dalam kitab
Allah Tetapi hanaya seperenam itulah. Namaun ; jika kamu berdia bersama sama,
seperenam itu untuk kamu berdua, dan siapa saja diantara kamu menyendiri, maka
seperenam itu miliknya. “ ( HR
al-khamsah, kecuali an-Nasa’i dan hadits ini dianggap sahih oleh
at-Trimidzi ).
Adapun
dalil waris untuk saudara perempuan dan sadaura perempuan seayah adalah firman
Allah SWT yang artinya :,,,,’ jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya,,,,’’( an-Nisa : 176 ).
Sedangkan
saudara perempuan seibu, dalilnya dalah firman Allah SWT yang artinya :,,,,,’’
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan
yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu
saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
( an-Nisa : 12 ).
Dalil
hak waris untuk istri, yakni firman Allah SWT yang artinya : ,,,,,,” Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan ( an-Nisa : 12 ).[6]
B. Kewajiban Ahli Waris Terhadap Harta Peninggalan.
Jumlah bagian yang telah ditentukan
Al-Qur'an ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan
(1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita
kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul
furudh dengan bagian yang berhak ia terima.
a.
Ashhabul furudh
yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul furudh yang berhak
mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari
golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut
ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara
kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:
1.
Seorang suami
berhak untuk mendapatkan separo harta warisan, dengan syarat apabila pewaris
tidak mempunyai keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak
keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan. Dalilnya adalah firman Allah:
"... dan bagi kalian (para suami) mendapat separo
dari harta yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak
mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)
2.
Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta
peninggalan pewaris, dengan dua syarat:
a.
Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak
perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.).
b.
Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal.
Dalilnya adalah firman Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya
seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang ada". Bila kedua
persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat
bagian setengah.
3.
Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat
bagian separo, dengan tiga syarat:
a.
Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni
cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).
b.
Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari
keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal).
c.
Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun
anak laki-laki.
Dalilnya sama saja dengan dalil
bagian anak perempuan (sama dengan nomor 2). Sebab cucu perempuan dari
keturunan anak laki-laki sama kedudukannya dengan anak kandung perempuan bila
anak kandung perempuan tidak ada. Maka firman-Nya "yushikumullahu fi
auladikum", mencakup anak dan anak laki-laki dari keturunan anak, dan hal
ini telah menjadi kesepakatan para ulama.
4.
Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo
harta warisan, dengan tiga syarat:
a.
Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
b.
Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara
perempuan).
c.
Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak
pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.
Dalilnya adalah firman Allah
berikut:
"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaituj: jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya ...'" (an-Nisa':
176)
5.
Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo
dari harta warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat:
a.
Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
b.
Apabila ia hanya seorang diri.
c.
Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
d.
Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak
pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan.
Dalilnya sama dengan Butir 4 (an-Nisa': 176), dan hal
ini telah menjadi kesepakatan ulama.
b.
Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat
Adapun kerabat pewaris yang berhak
mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami
dan istri. Rinciannya sebagai berikut:
1. Seorang
suami berhak mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya
dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki
dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah
dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman
Allah berikut:
"... Jika
istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya " (an-Nisa': 12)
2. Seorang
istri akan mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya
dengan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak
tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini
berdasarkan firman Allah berikut:
"... Para
istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)
Ada satu hal yang patut diketahui
oleh kita --khususnya para penuntut ilmu-- tentang bagian istri. Yang dimaksud
dengan "istri mendapat seperempat" adalah bagi seluruh istri yang
dinikahi seorang suami yang meninggal tersebut. Dengan kata lain, sekalipun
seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat
seperempat harta peninggalan suami mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah di
atas, yaitu dengan digunakannya kata lahunna (dalam bentuk jamak) yang bermakna
'mereka perempuan'. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun empat
orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan.
c.
Ashhabul furudh
yang Berhak Mendapat Seperdelapan
Dari sederetan ashhabul furudh yang
berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang
maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya,
bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya
atau dari rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
"... Jika
kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar utang-utangmu ..." (an-Nisa':
12)
d.
Ashhabul furudh
yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga
Ahli waris yang berhak mendapat
bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan
semuanya terdiri dari wanita:
1.
Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
2.
Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau
lebih.
3.
Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
4.
Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Ketentuan ini terikat oleh
syarat-syarat seperti berikut:
1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak
mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris. Dalilnya firman
Allah berikut:
"... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan ..." (an-Nisa': 11)
Ada satu hal penting yang mesti kita
ketahui agar tidak tersesat dalam memahami hukum yang ada dalam Kitabullah.
Makna "fauqa itsnataini" bukanlah 'anak perempuan lebih dari dua',
melainkan 'dua anak perempuan atau lebih', hal ini merupakan kesepakatan para
ulama. Mereka bersandar pada hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan vonis Rasulullah terhadap pengaduan
istri Sa'ad bin ar-Rabi' r.a. --sebagaimana diungkapkan dalam bab sebelum ini.
Hadits tersebut sangat jelas dan
tegas menunjukkan bahwa makna ayat itsnataini adalah 'dua anak perempuan atau
lebih'. Jadi, orang yang berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah
"anak perempuan lebih dari dua" jelas tidak benar dan menyalahi ijma'
para ulama. Wallahu a'lam.
2. Dua orang
cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per
tiga (2/3), dengan persyaratan sebagai berikut:
a.
Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki
atau perempuan.
b.
Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandung
perempuan.
c.
Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara
laki-laki.
3. Dua saudara
kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan
persyaratan sebagai berikut:
a.
Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki
maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
b.
Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak
mempunyai saudara laki-laki sebagai 'ashabah.
c.
Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu
perempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah:
"...
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)
4. Dua saudara
perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan syarat
sebagai berikut:
a.
Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
b.
Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai
saudara laki-laki seayah.
c.
Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu
perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki
maupun perempuan).
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi
dua saudara perempuan seayah untuk mendapatkan bagian dua per tiga hampir sama
dengan persyaratan dua saudara kandung perempuan, hanya di sini (saudara
seayah) ditambah dengan keharusan adanya saudara kandung (baik laki-laki maupun
perempuan). Dan dalilnya sama, yaitu ijma' para ulama bahwa ayat "...
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)
mencakup saudara kandung perempuan dan saudara perempuan seayah. Sedangkan
saudara perempuan seibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut.
Wallahu a'lam.
e. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian
Sepertiga
Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan
sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun
perempuan) yang seibu.
Seorang ibu
berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat:
1.
Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari
keturunan anak laki-laki.
2.
Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih
(laki-laki maupun perempuan), baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun
seibu. Dalilnya adalah firman Allah:
"... dan
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh
ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga..." (an-Nisa': 11)
Juga
firman-Nya:
"... jika
yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam..." (an-Nisa': 11)
Catatan:
Lafazh ikhwatun bila digunakan dalam faraid (ilmu
tentang waris) tidak berarti harus bermakna 'tiga atau lebih', sebagaimana
makna yang masyhur dalam bahasa Arab --sebagai bentuk jamak. Namun, lafazh ini
bermakna 'dua atau lebih'. Sebab dalam bahasa bentuk jamak terkadang digunakan
dengan makna 'dua orang'. Misalnya dalam istilah shalat jamaah, yang berarti
sah dilakukan hanya oleh dua orang, satu sebagai imam dan satu lagi sebagai
makmum. Dalil lain yang menunjukkan kebenaran hal ini adalah firman Allah berikut:
"Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka
sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) " (at-Tahrim:
4)
Kemudian saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, akan mendapat bagian sepertiga
dengan syarat sebagai berikut:
1.
Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki
ataupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakak.
2.
Jumlah saudara yang seibu itu dua orang atau lebih.
Adapun dalilnya adalah firman Allah:
"... Jika
seseorang mati baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu ..." (an-Nisa': 12)
Catatan
Yang
dimaksud dengan kalimat "walahu akhun au ukhtun" dalam ayat tersebut
adalah 'saudara seibu'. Sebab Allah SWT telah menjelaskan hukum yang berkaitan
dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung dalam akhir surat
an-Nisa'. Juga menjelaskan hukum yang berkaitan dengan bagian saudara laki-laki
dan perempuan seayah dalam ayat yang sama. Karena itu seluruh ulama sepakat
bahwa yang dimaksud dengan "akhun au ukhtun" dalam ayat itu adalah
saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu.
Selain
itu, ada hal lain yang perlu kita tekankan di sini yakni tentang firman
"fahum syurakaa 'u fits tsulutsi" (mereka bersekutu dalam yang
sepertiga). Kata bersekutu menunjukkan kebersamaan. Yakni, mereka harus membagi
sama di antara saudara laki-laki dan perempuan seibu tanpa membedakan bahwa
laki-laki harus memperoleh bagian yang lebih besar daripada perempuan.
Kesimpulannya, bagian saudara laki-laki dan perempuan seibu bila telah memenuhi
syarat-syarat di atas ialah sepertiga, dan pembagiannya sama rata baik yang
laki-laki maupun perempuan. Pembagian mereka berbeda dengan bagian para saudara
laki-laki/perempuan kandung dan seayah, yang dalam hal ini bagian saudara
laki-laki dua kali lipat bagian saudara perempuan.
f . Asbhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam
Adapun asbhabul furudh yang berhak
mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang. Mereka adalah (1) ayah, (2)
kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak
laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli, (7) saudara laki-laki
dan perempuan seibu.
1. Seorang ayah
akan mendapat bagian seperenam (1/6) bila pewaris mempunyai anak, baik anak
laki-laki atau anak perempuan. Dalilnya firman Allah (artinya): "... Dan
untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ..." (an-Nisa': 11)
2. Seorang
kakek (bapak dari ayah) akan mendapat bagian seperenam (1/6) bila pewaris
mempunyai anak laki-laki atau perempuan atau cucu laki-laki dari keturunan anak
--dengan syarat ayah pewaris tidak ada. Jadi, dalam keadaan demikian salah
seorang kakek akan menduduki kedudukan seorang ayah, kecuali dalam tiga keadaan
yang akan saya rinci dalam bab tersendiri.
3. Ibu akan
memperoleh seperenam (1/6) bagian dari harta yang ditinggalkan pewaris, dengan
dua syarat:
a.
Bila pewaris mempunyai anak laki-laki atau perempuan
atau cucu laki-laki keturunan anak laki-laki.
b.
Bila pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih,
baik saudara laki-laki ataupun perempuan, baik sekandung, seayah, ataupun
seibu. Dalilnya firman Allah (artinya):
"... jika
yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam
..." (an-Nisa': 11).
4. Cucu
perempuan dari keturunan anak laki-laki seorang atau lebih akan mendapat bagian
seperenam (1/6), apabila yang meninggal (pewaris) mempunyai satu anak
perempuan. Dalam keadaan demikian, anak perempuan tersebut mendapat bagian
setengah (1/2), dan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki pewaris
mendapat seperenam (1/6), sebagai pelengkap dua per tiga (2/3). Dalilnya adalah
hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam sahihnya bahwa Abu Musa al-Asy'ari
r.a. ditanya tentang masalah warisan seseorang yang meninggalkan seorang anak
perempuan, cucu perempuan dari keturunan anak laki-lakinya, dan saudara
perempuan. Abu Musa kemudian menjawab: "Bagi anak perempuan mendapat
bagian separo (1/2), dan yang setengah sisanya menjadi bagian saudara
perempuan."
Merasa kurang puas dengan jawaban
Abu Musa, sang penanya pergi mendatangi Ibnu Mas'ud. Maka Ibnu Mas'ud berkata:
"Aku akan memutuskan seperti apa yang pernah diputuskan Rasulullah saw.,
bagi anak perempuan separo (1/2) harta peninggalan pewaris, dan bagi cucu
perempuan keturunan dari anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai
pelengkap 2/3, dan sisanya menjadi bagian saudara perempuan pewaris."
Mendengar
jawaban Ibnu Mas'ud, sang penanya kembali menemui Abu Musa al-Asy'ari dan
memberi tahu permasalahannya. Kemudian Abu Musa berkata: "Janganlah
sekali-kali kalian menanyaiku selama sang alim ada di tengah-tengah
kalian."
Catatan
Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan
mendapatkan bagian seperenam (1/6) dengan syarat bila pewaris tidak mempunyai
anak laki-laki. Sebab bila ada anak laki-laki, maka anak tersebut menjadi
penggugur hak sang cucu. Selain itu, pewaris juga tidak mempunyai anak
perempuan lebih dari satu orang. Sebab jika lebih dari satu orang, anak-anak
perempuan itu berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3), dan sekaligus menjadi
penggugur (penghalang) hak waris cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki
pewaris.
5. Saudara
perempuan seayah satu orang atau lebih akan mendapat bagian seperenam (1/6),
apabila pewaris mempunyai seorang saudara kandung perempuan. Hal ini hukumnya
sama denga keadaan jika cucu perempuan keturunan anak laki-laki bersamaan
dengan adanya anak perempuan. Jadi, bila seseorang meninggal dunia dan
meninggalkan saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah atau
lebih, maka saudara perempuan seayah mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai
penyempurna dari dua per tiga (2/3). Sebab ketika saudara perempuan kandung
memperoleh setengah (1/2) bagian, maka tidak ada sisa kecuali seperenam (1/6)
yang memang merupakan hak saudara perempuan seayah.
6. Saudara
laki-laki atau perempuan seibu akan mendapat bagian masing-masing seperenam
(1/6) bila mewarisi sendirian. Dalilnya adalah firman Allah (artinya)
"jika seseorang mati baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta". Dan
persyaratannya adalah bila pewaris tidak mempunyai pokok (yakni kakek) dan
tidak pula cabang (yakni anak, baik laki-laki atau perempuan).
7. Nenek asli
mendapatkan bagian seperenam (1/6) ketika pewaris tidak lagi mempunyai ibu.
Ketentuan demikian baik nenek itu hanya satu ataupun lebih (dari jalur ayah
maupun ibu), yang jelas seperenam itu dibagikan secara rata kepada mereka. Hal
ini berlandaskan pada apa yang telah ditetapkan di dalam hadits sahih dan ijma'
seluruh sahabat.
Ashhabus
Sunan meriwayatkan bahwa seorang nenek datang kepada Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.
untuk menuntut hak warisnya. Abu Bakar menjawab: "Saya tidak mendapati
hakmu dalam Al-Qur'an maka pulanglah dulu, dan tunggulah hingga aku
menanyakannya kepada para sahabat Rasulullah saw." Kemudian al-Mughirah
bin Syu'bah mengatakan kepada Abu Bakar: "Suatu ketika aku pernah
menjumpai Rasulullah saw. memberikan hak seorang nenek seperenam (1/6)."
Mendengar pernyataan al-Mughirah itu Abu Bakar kemudian memanggil nenek tadi
dan memberinya seperenam (1/6). Wallahu a'lam.[7]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ahli Waris Laki Laki dan Perempuan
Ø Ahli waris laki laki
Ahli
waris laki laki yang mendapatkan hak waris dengan sebab sebab yang telah
disepakati adalah sebagai berikut : 1) anak laki laki; 2) cucu dan cicit laki
laki dan generasi dibawahnya; 3) ayah; 4) kakek dan generasi di atasnya; 5)
saudadra laki laki; 6) anak laki laki saudara laki laki salain dari ibu; 7)
saudara laki laki ayah atau paman; 8) anak laki laki paman; 9) suami; 10) orang
atau budak yang dimerdekakan. Namau demikain adapun ahli waris yang yang
mendapatkan hak waris secara terperinci, yaitu 1) anak laki laki; 2) cucu laki
laki dari keturunan laki laki betapapun rendah menurunnya; 3) ayah; 4) ayah
betepapun tinggi menanjaknnya; 5) saudara laki laki sekandung; 6) saudara
seayah;7) saudara seibu; 8) anak laki laki saudara laki laki sekandung; 9) anak
laki laki saudra laki laki seayah; 10) paman sekandung; 11) paman seayah; 12)
anak laki laki paman sekandung;13) anak laki laki paman seayah; 14) suami; 15)
orang yang memerdekankan budak.[8]Jika
di antara cucu dan si mayit terdapat seorang perempuan, cucu tidak akan
menerima warisan menurut ketenuan furudh dan ashabah. Dia hanaya menerima warisan karena termasuk
salah satu Dzawil Arham ( hubungan darah )
Ø
Ahli waris
perempuan
Adapun
ahli wari perempuan yang telah disepakati dapat mewarisi adalah 1) anak perempuan; 2) cucu dan cicit perempuan
serta generasi dibawahnya; 3) ibu; 4)
nenek; 5) saudara perempuan; 6) istri; 7) perempuan yang membebaskan budak.
Sedangkan yang terperinci , mereka adalah ; 1) anak perempuan; 2) cucu dan
cicit perempuan dari anak laki laki generasi dibawahnya; 3) ibu; 4) nenek
seibu; 5) nenek seayah; 6) saudara permpuan sekandung; 7) saudara perempuan
saayah; 8) saudara perempuan seibu; 9) istri; dan 10) perempuan yang
membebasakn budak.
A. B. Kewajaiban ahli waris Terhadap Harta Peninggalan.
Jumlah bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enam
macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga
(2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya
secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian
yang berhak ia terima.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Arfin
Hamid ; Hukum Islam Perpektif Keindonesiaan : Sebuah Pengantar Dalam Memahami Realitasnya di Indonesia,
( cet ; 1, PT Umitoha Ukhuwa Grafika,
Makasar, September 2011 )
Ø Sudarsono,
hukum waris dan sistem bilateral ( Cet : 2, jakarta, PT Rineka cipta, 1994 )
Ø Komite
Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, ( Cet : 1. Senayan
Abadi Publishing, 2004 )
Ø Muhammmad
Tahaha Abdul Ela Khalifah : Hukum Waris : pembagian warisan berdasarkan syariat islam ( Cet :
1, Tiga serangkai, 2007 )
Ø http://media.isnet.org/islam/Waris/
A.
kewajiban ahli waris
1.
biaya perawatan jenaza
2.
melunasi hutang
3.
melaksanakan wasiat dari si mayit
( kalo ada wasiyat )
4.
biaya kerabat yang menjadi tanggungannya
si mayait ( anak angkat di tanggung jawab oleh ahli waris )
[1] Arfin
Hamid ; Hukum Islam Perpektif Keindonesiaan : Sebuah Pengantar Dalam
Memahami Realitasnya di Indonesia, ( cet ; 1, PT Umitoha Ukhuwa Grafika,
Makasar, September 2011 ) hal 1
[3]
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, ( Cet :
1. Senayan Abadi Publishing, 2004 ) Hal
: 82
[4]
Muhammmad Tahaha Abdul Ela Khalifah : Hukum Waris : pembagian warisan
berdasarkan syariat islam ( Cet : 1,
Tiga serangkai, 2007 ) hal ; 57
[5] Lih hukum
waris, hal 84
[6] lih
Hukum Waris hal 87
[7] http://media.isnet.org/islam/Waris/
[8]
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, ( Cet :
1. Senayan Abadi Publishing, 2004 ) Hal
: 82